Dalam catatan detikcom, Jumat (7/6/2013), gugatan PK boleh berkali-kali bukan yang pertama diajukan ke MK. Seorang terpidana seumur hidup dalam kasus narkoba, Liem Marita, pernah mengajukan hal serupa.
Namun pada 15 April 2011, permintaan itu ditolak MK karena jika tidak dibatasi maka akan terjadi ketidakjelasan hukum. Dalam kasus a quo tidak ada pelanggaran terhadap prinsip pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil terhadap setiap orang.
Sebelum itu, pada 14 Desember 2010, MK pun memutus hal serupa dengan putusan menolak permohohan pemohon, Harry Wijaya. Dalam perkara dengan pengacara Farhat Abbas ini, MK berpendapat pembatasan PK dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum atas penyelesaian suatu perkara. Sehingga seseorang tidak dengan mudahnya melakukan upaya hukum PK secara berulang-ulang.
"Lagi pula pembatasan ini sejalan dengan proses peradilan yang menghendaki diterapkannya asas sederhana, cepat, dan biaya ringan," putus MK dengan nomor perkara 16/PUU-VIII/2010.
Dengan pembatasan itu pula akan terhindarkan adanya proses peradilan yang berlarut-larut yang mengakibatkan berlarut-larutnya pula upaya memperoleh keadilan yang pada akhirnya justru dapat menimbulkan pengingkaran terhadap keadilan itu sendiri sebagaimana dilukiskan dalam adagium justice delayed justice denied.
"Ketentuan permohonan PK sebagai upaya hukum luar biasa tidak dibatasi maka akan terjadi ketidakjelasan dan ketidakpastian hukum sampai berapa kali peninjauan kembali dapat dilakukan," demikian pertimbangan MK tanpa dissenting opinion satu pun dari hakim konstitusi.
Dari 2 putusan serupa, apakah permohonan Antasari akan dikabulkan atau kandas?




